Tolong matikan adblock dan script blocker Anda untuk melihat halaman ini.

─̶─Jika ingin meng-COPY tolong sertakan sumber :D─̶─


Penerjemah : D.Blank13th


Chapter 1

Senpai-ku adalah seorang Bunny Girl

Part II


Esok harinya, Sakuta terbangun setelah bermimpi ditindih oleh sekelompok kelinci.

“Kupikir itu bunny girl...”

Sambil mencoba memahami mimpinya, dia mencoba duduk.

“Hmm?”

Namun, untuk suatu alasan, dia tidak bisa bangun. Pundak kirinya terasa berat.

Setelah membalik futon, dia tahu alasannya.

Seorang gadis ber-piyama memeluk lengan kirinya dengan wajah polos saat dia tidur. Karena lebih dingin setelah futon-nya menghilang, dia menarik tubuhnya lebih dekat pada Sakuta.

Ini adalah adik perempuan Sakuta yang berusia 15 tahun, Kaede.

“Kaede, sudah pagi─̶─ bangunlah.”

“Nii-chan, dingin.”

Karena dia tidak menunjukkan tanda-tanda bangun, Sakuta mengangkatnya dan bangun.

“Berat!”

Dengan tinggi 162cm, dia cukup tinggi. Dia menyadari pertumbuhan adiknya dari seorang gadis ke seorang wanita dengan lengannya saat dia mengangkatnya.

“Itu karena setengah dari Kaede sekarang adalah bagian dari ingatan Nii-chan!”

Setting memalukan apa ini? Daripada ingatanku, sepertinya kamu adalah sakit kepalaku sekarang. Bangunlah kalau kamu sudah sadar.”

“Muu~~”

Meskipun dia memiliki ekspresi kecewa, Kaede tetap turun dari lengan Sakuta. Sudah sekitar setahun, meskipun penampilannya telah menjadi dewasa, perilakunya sama sekali tidak berubah. Ada rasa ketenangan yang aneh dari skinship antar saudara ini.

“Juga, berhenti merayap ke tempat tidurku!”

Dia mengenakan piyama berkerudung dengan pola panda─̶─ dia harusnya sudah lulus juga dari mereka.

“Kaede datang untuk bangunin Nii-chan, tapi Nii-chan ga bangun-bangun, jadi aku nyerah.”

Wajah cemberutnya tampak kekanak-kanakan.

“Meski begitu, kamu sudah dewasa sekarang.”

“Oh, Nii-chan antusias banget di pagi hari.”

“Siapa yang akan terangsang pada adik perempuan sendiri?”

Dia menyentil ringan dahinya dan meninggalkan kamar.

“Oh, tunggu!”

Setelah itu, dia menyiapkan sarapan dan makan dengan Kaede. Setelah selesai sarapan, Sakuta dengan cepat ganti pakaian untuk berangkat ke sekolah, dan diantar dengan senyum adiknya, yang mengatakan, “Nii-chan, semoga harimu menyenangkan!”

Segera setelah meninggalkan apartemen, dia menguap. Setelah berbagai peristiwa yang terjadi kemarin, dia terlalu bersemangat sampai tidak bisa tidur. Selain itu, bermimpi aneh juga tidak membantu.

Sambil menguap sekali lagi, dia menghindari area perumahan dan berkeliling. Di perjalanan, dia menyebrangi satu jembatan. Saat mendekat ke stasiun, bangunan di sekitarnya bertambah besar. Secara bertahap, semakin banyak orang, dan semua orang berjalan ke arah yang sama dengan Sakuta.

Setelah melewati akhir jalan utama, melewati hotel bisnis, dan berjalan melewati toko eceran elektonik, akhirnya stasiun tersebut terlihat.

Sekitar dua puluh menit setelah meninggalkan rumah.

Stasiun Fujisawa, pusat prefektur Kanagawa di kota Fujisawa. Para pekerja komuter dan para siswa sibuk ke kiri dan kanan.

Di lantai pertama stasiun, jalur Shinjuku berada di sisi utara stasiun, sementara sisi selatan adalah peron untuk jalur Odakyu yang mengarah kembali ke Katase Enoshima. Lantai dua memiliki gerbang tiket untuk jalur JR (Japan Rail) Tokaido dan Shonan Shinjuku.

Sakuta mengikuti arus manusia dan naik ke lantai atas. Namun, dia berpaling dari gerbang tiket JR.

Setelah sekitar 30 meter di lorong, dia sampai di depan Toko Serba Ada Odakyu. Namun, dia tidak mencoba untuk belanja di toserba. Tentu saja, tokonya masih tutup pada saat ini. Di sisi kanan toko yang tutup, ada Stasiun Fujisawa yang lain.

Kereta Listrik Enoshima. Juga dikenal sebagai peron Enoden. Ini adalah jalur tunggal yang berhenti di 13 stasiun di sepanjang jalan dan terhubung ke Kamakura dalam waktu sekitar 30 menit.

Saat Sakuta menggunakan jalur komuter untuk melewati gerbang tiket, sebuah kereta ditarik ke peron. Hanya bingkai jendela yang berwarna krem, sedangkan sisanya berwarna hijau dan memberi suasana retro. Kereta itu hanya memiliki empat gerbong.

Sakuta berjalan ke depan peron dan masuk ke gerbong pertama.

Banyak penumpang yang memakai seragam SD, SMP, SMA. Sisanya adalah orang dewasa yang memakai jas. Sebelum tinggal di kota ini, rute ini sepertinya berguna hanya untuk tamasya, tapi untuk penduduk setempat, ini digunakan setiap hari untuk pulang pergi sekolah.

Sementara Sakuta bersandar di dekat pintu belakang kereta, dia mendengar seseorang memanggilnya.

“Yo.”

Sambil menahan menguap, dia didekati oleh seorang ikemen yang terlihat seperti idola pria terkenal. Meski struktur wajahnya tajam dan terlihat mengintimidasi pada awalnya, saat dia tertawa, matanya miring ke bawah dan terlihat lebih ramah dan lebih muda. Sepertinya itu membuatnya terlihat menarik.

Namanya Kunimi Yuuma. Seorang siswa kelas dua yang berperan aktif di klub bola basket. Punya pacar.

“Ha...”

“Oi oi, seharusnya tidak ada yang mendesah saat melihat wajah orang lain.”

“Melihat Kunimi yang segar di pagi hari itu beracun. Membuatku tertekan.”

“Serius?”

“Serius.”

Seiring percakapan sehari-hari yang konyol ini berlanjut, bel keberangkatan berbunyi dan pintu tertutup. Semakin jelas kereta bergerak sambil menambah kecepatan, membawa banyak orang di dalamnya. Saat aku memikirkan itu, kereta segera melambat, lalu berhenti di stasiun Ishigami.

“Hey, Kunumi.”

“Hmm?”

“Ini tentang Sakurajima-senpai.”

“Itu terlalu buruk.”

Yuuma meletakkan tangannya di bahu Sakuta, meski dia tidak mengatakan apapun.

“Apa yang kau bilang?”

“Aku senang karena Sakuta tertarik pada gadis selain Makinohara, tapi tidak, orang itu mustahil untukmu.”

“Meski kuakui, aku tidak pernah bilang aku menyukainya.”

“Hmm, lalu apa?”

“Aku ingin tahu, orang macam apa dia?”

“Hmm... orang terkenal?”

“Nah, ya, kurasa.”

Itu benar, Sakurajima Mai adalah orang terkenal. Mungkin semua siswa yang bersekolah di SMA Minegahara mengenalnya. Tidak, mungkin 70-80% penduduk Jepang mengenalnya. Meskipun itu berlebihan, dia adalah selebriti asli.

“Dia memulai debutnya di usia 6 tahun ke dunia hiburan. Karya debutnya, drama pagi, memiliki popularitas tinggi dan rating view yang serupa dengan karya hit zaman dulu, jadi dia melakukan terobosan di layar.”

Sebagai percikan awal, karirnya meledak, muncul di film, drama, iklan, dll. Dia menjadi sangat populer sehingga tidak ada satu haripun dimana dia tidak muncul di TV.

Tentu saja, setelah dua atau tiga tahun setelah debutnya, momentum Sakurajima Mai terhenti sebentar, namun jumlah tawaran untuk aktingnya segera meningkat.

Meski banyak artis baru menghilang setelah satu tahun, bahkan sebagai siswi SMP, dia tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai aktris. Karirnya sudah menakjubkan, tapi dia mendapat istirahat kedua di layar.

Sakurajima Mai, yang berusia 14 tahun, telah tumbuh menjadi wanita cantik, dan dengan bantuan salah satu filmnya, dengan cepat menarik perhatian lagi. Dalam seminggu, dia tampil di sampul majalah dan senyumannya muncul di mana-mana.

“Aku menyukai Sakurajima Mai saat SMP. Kombinasi kualitas keimutan, keerotisan, dan kemisteriusannya tak tertahankan.”

Yuuma bukan satu-satunya─̶─ banyak anak laki-laki yang terpesona olehnya.

Popularitasnya memuncak lagi. Namun, pada puncaknya, Mai tiba-tiba mengumumkan bahwa dia akan beristirahat. Tepat sebelum dia lulus SMP. Tidak ada alasan jelas yang diceritakan. Sejak itu, baru dua tahun dan beberapa bulan saja.

Ketika Sakuta mendengar kalau Sakurajima Mai bersekolah di SMA yang akan dia hadiri, dia terkejut.

Dia berpikir, “Wow, orang-orang terkenal sebenarnya ada.”

“Ada rumor tertentu. Orang bilang dia jadi terkenal karena bisnis bantal rahasia dan karena dia adalah selingkuhan produsenya.”

“Bukannya dia baru SD saat itu?”

“Enggak, rumornya dimulai saat dia jadi murid SMP. Malahan, awalnya orang bilang ibunya, yang adalah manajernya, berhubungan sex dengan produsernya, dan rumor itu bahkan beredar di acara yang luas. Kupikir dia sekarang adalah presiden sebuah perusahaan hiburan baru. Aku melihatnya di TV minggu kemarin.”

“Fu`n, aku tidak tahu. Itu rumor sih, dan mungkin spekulasinya tidak berdasar.”

“Orang bilang kalau ada asap, pasti ada api di suatu tempat.”

“Asal rumornya mungkin tidak terbatas padanya. Kita hidup di era seperti itu.”
(TL Note: “Rumor” aslinya ditulis sebagai “api” dan “asap”, tapi TL inggrisnya nulis “rumor”.)

Melaui internet, informasi bisa disebarkan dalam sekejap. Semuanya dibagi. Bahkan jika itu tidak benar. Penyebaran informasi lebih penting daripada apakah informasi itu benar atau tidak. Apakah menurutmu itu bisa menjadi topik, cerita, atau sesuatu yang menarik? Kemudian dikerjakan sebagai “berita”.

“Persuasimu benar-benar sesuatu, ya.”

Dia tidak mendengar kata-katanya dengan sangat jelas.

Seperti biasa, kereta melewati stasiun Yanagikouji, Kugenuma, Shonan Coast Park, dan stasiun Enoshima.

Melihat ke luar jendela, kereta itu melewati satu-satunya jalan di daerah itu. Ada mobil lain tepat di sebelah kereta. Tapi, ketika dia berpikir ‘oh?’, kereta kembali ke jalur aslinya.

Di lingkungan ini, tidak ada pemisah antara kereta dan bangunan di sekitarnya. Jika kau mengeluarkan tanganmu dari jendela, tanganmu bisa menyentuh dinding batu rumah pribadi dan dahan dan dedaunan perkebunan yang kadang menabrak kereta.

Meski begitu dekat dengan bangunan di sekitarnya, kereta tersebut segera tiba di stasiun berikutnya tanpa ada kekhawatiran.

“Tapi, kau tidak melihat seseorang bersamanya di sekolah.”

“Hmm?”

“Maksudku Sakurajima-senpai. Ini topik yang kamu bicarakan.”

“Oh, begitu.”

“Dia selalu sendirian.”

Lebih dari sekadar mengambang di kelas, sepertinya dia mengambang di sekolah. Sakuta merasakan kesan seperti itu dari Sakurajima Mai.

“Senpai di klub basketku bilang kalau saat kelas satu, dia tidak pernah datang ke sekolah.”

“Kenapa?”

“Pekerjaannya. Bahkan setelah dia mengumumkan hiatusnya, karya-karyanya masih muncul, kan?”

“Oh ya, itu benar.”

Tapi bukankah lebih baik menyelesaikan semua pekerjaannya kemudian mengumumkan hiatusnya dari industri hiburan? Tapi jika ada keadaan tak terucap, maka...

“Liburan musim panas akan tiba.”

“Yah, kedengarannya sulit.”

Mudah membayangkan keadaan kelas saat Mai pergi ke sekolah di musim gugur. Teman sekelasnya pasti sudahmenciptakan kelompok pertemanan dan dinamika kelompok yang solid selama semester pertama.

“Mudah dibayangkan.”

Kurasa Yuuma juga memikirkan hal yang sama.

Setelah kelas mengendap dan menetapkan dinamikanya, sulit untuk mengubahnya. Aku bersyukur karena memiliki posisiku sendiri di kelas, bersama dengan orang lain. Untuk memiliki tempatku di kelas.

Setelah memulai sekolah dari semester dua, Mai adalah kehadiran yang aneh di sekolah. Dia juga adalah seorang selebriti. Tidak ada yang bisa sembarangan mendekatinya. Namun, jika seseorang berbicara dengan Mai, mereka akan menyadari sesuatu yang aneh. Orang-orang akan membicarakan di belakang mereka. Mereka akan mereka salah tempat.

Itulah sifat sekolah.

Karena itu, kupikir Mai tidak bisa menyesuaikan diri dengan siswa lainnya.

Lagipula, meskipun semua orang mengatakan “Aku bosan” atau “Apa tidak ada yang menyenangkan?”, tidak ada yang benar-benar meminta perubahan.

Itu benar, aku. Lebih baik jika tidak ada yang bisa dilakukan. Rasanya menyenangkan. Lebih baik jika pikiran dan tubuh tidak lelah. Hidup kedamaian. Waktu luang adalah waktu terbaik.

Bel untuk keberangkatan berdering sekali lagi, dan pintu menutup dengan suara mendesis.

Kereta perlahan bergerak di antara rumah-rumah saat mulai bergerak lagi.

Ada dinding bangunan di sekelilingnya. Dinding demi dinding. Rumah demi rumah. Terkadang, akan ada persimpangan rel kereta. Ketika aku memikirkan hamparan rumah dan dinding yang tak ada habisnya itu akan terus berlanjut, sisa pemandangan tiba-tiba terlihat.

Laut.

Laut biru tak berujung itu terlihat. Itu memantulkan cahaya matahari pagi dan bersinar terang.

Langit.

Langit pucat yang ekspansif terlihat. Udara pagi yang segar memiliki gradasi lembut dari biru menjadi putih.

Di tengahnya ada garis horizontal yang memisahkan keduanya. Pemandangan di luar jendela memiliki kekuatan sihir untuk menarik pandangan.

Kereta bergerak di sepanjang garis pantai yang menghadap Teluk Sagami. Di sisi kanan adalah Enoshima, sedangkan sisi kiri memiliki pantai yang dikenal sebagai pantai Yuigahama dimana kau bisa mengharapkan apapun yang kau inginkan.

“Tapi kenapa kau tiba-tiba tanya tenang Sakurajima-senpai?”

“Apa kau menyukai bunny girl?”, Sakuta bertanya sambil melihat ke luar jendela.

“Yah, engga juga.”

“Apa kau menyukai mereka?”

“Yap, aku menyukai mereka.”

“Kalau gitu aku tidak akan memberitahumu apa-apa.”

“Apa? Maksudnya apa itu. Katakan padaku.”

Yuuma mendorong ringan Sakuta.

“Misalnya, kalau kau bertemu dengan seorang bunny girl yang menarik di perpustakaan, apa yang akan kau lakukan?”

“Aku akan lihat dua kali.”

“Itu benar.”

“Setelah itu, aku menatapnya.”

Ini akan menjadi reaksi yang normal. Paling tidak, reaksi normal pria.

“Jadi, apa itu ada hubungannya sama Sakurajima-senpai?”

“Memang kenapa kalau ada hubungannya?”

“Maksudnya apa? Apaan sih?”

Saat Sakuta mulai bersikap ambigu, Yuuma tidak lagi mengejar topik permbicaraan itu dan tertawa kecil.

Kereta terus berjalan di sepanjang garis pantai, melewati stasiun lain, dan tiba di stasiun Shichirigahama dimana SMA Minegahara berada.

Pintu kereta terbuka dan angin laut segar meresap ke udara.

Sekelompok siswa yang mengenakan seragam yang sama turun dari peron. Hanya ada satu mesin IC di gerbang tiket. Biasanya akan ada konduktor yang berdiri di dekat gerbang, tapi saat para siswa pergi ke sekolah, tidak ada yang berdiri disana.
(TL Note: Kartu IC adalah kartu isi ulang yang digunakan untuk tarif transportasi umum.)

Setelah meninggalkan stasiun dan menyebrangi rel kereta, para siswa tiba di sekolah.

“Oh benar juga, gimana kabar Kaede.”

“Jangan bernafsu pada adikku.”

“Jangan mengatakan hal yang tak berperasaan, Nii-sama.”

“Kau sudah punya pacar yang manis.”

“Oh benar, aku lupa.”

“Dia akan marah saat mendengarnya.”

“Gak apa. Aku juga menyukai wajah marah Kamisato. Oh, baru dibicarain.”

Mengikuti pandangan Yuuma, aku melihat Sakurajima Mai berjalan sendirian sekitar sepuluh meter jauhnya. Kaki panjang, wajah mungil. Tubuh yang terlihat seperti model. Setiap orang harus memakai seragam yang sama, tapi dia berbeda dari siswa lain. Tights membungkus kedua kakinya, rok yang menutupi bagian bawahnya, dan blazer yang berukuran sempurna...tidak terlalu cocok. Seragam yang dikenakan Mai seperti hasil pinjaman. Meskipun dia sudah kelas tiga, seragam itu tidak cocok dengan Mai.

Sebaliknya, ketiga gadis yang mengobrol di samping mereka mengenakan seragam mereka dengan cukup baik. Itu cocok untuk kelas satu yang selalu mengatakan “Selamat pagi!” pada senpai-nya di klubnya.

Bahkan anak laki-laki yang berkeliaran satu sama lain tampak riang.

Jalan pendek yang menuju sekolah dari stasiun dipenuhi dengan obrolan meriah dari para siswa yang bersekolah di SMA Minegahara.

Sebaliknya, Mai, yang sedang berjalan diam, tampak kesepian. Orang luar yang berjalan menuju SMA biasa. Sebuah eksistensi yang berbeda. Bebek jelek. Itulah jenis kehadiran Sakurajima Mai di sekolah.

Memang, tidak ada yang peduli dengan Mai, meskipun “Sakurajima Mai” itu ada di sana, tidak ada yang melihatnya. Tidak ada siswa yang membuat keributan. Ini adalah “hal biasa” di SMA Minegahara.

Dengan kata lain, Mai seperti udara di sekolah. Semuanya menerima itu. Bagi Sakuta, rasanya mirip dengan orang-orang yang berada di perpustakaan Shonandai kemarin.

Rasa cemas yang aneh membuatnya gelisah.

“Hey, Kunimi.”

“Hmm?”

“Kau bisa melihat Sakurajima-senpai dengan jelas, kan?”

“Tentu saja, sempurna. Mataku hebat─̶─ aku punya penglihatan 20/20.”

Jika seseorang menanyakan pertanyaan seperti itu, jawaban Yuuma itu yang paling jelas. Kejadian kemarinlah yang tidak normal.

“Nah, sampai nanti.”

“Ya, kau juga.”

Setelah dimasukkan ke dalam kelas yang berbeda tahun ini, Sakuta dan Yuuma mengucapkan selamat tinggal di lorong di lantai dua saat Sakuta memasuki ruang kelasnya. Sekitar setengah siswa sudah berada di kelas.

Aku duduk di sisi jendela. Berkat nama terakhirku, “Azusagawa”, tempat dudukku di musim semi kira-kira sama. Juga, karena tidak ada Aikawa atau Aizawa, nomor absenku adalah nomor 1. Dulu kupikir ada banyak kerugian jadi nomor 1. Namun, sejak masuk SMA Minegahara ini, sepertinya nomor itu tidak begitu buruk karena tempat duduk di dekat jendela bisa diamankan.

Itu bagus karena dari tempat duduk itu bisa melihat laut.

Aku bisa melihat layar yang sudah menunggu angin untuk berlayar sejak pagi.

“Hey.”

“...”

Aku menyadari suara itu dan mendongak.

Dari depan meja, seorang siswi cemberut sedang melihat Sakuta. Dia adalah gadis paling populer dari kelompok gadis paling menonjol di kelasnya. Namanya adalah Kamisato Saki.

Mata besar yang terbuka lebar. Rambut pendek sebahu yang melengkung ke dalam. Bibirnya yang indah dan pink dengan sedikit lipstik. Dianggap manis dan populer di kalangan anak laki-laki.

“Apa kau mengabaikankanku?”

“Maaf. Kupikir kau tidak berbicara padaku.”

“...”

Bel berbunyi.

Guru wali kelas memasuki kelas.

“Ah~ mou~... ada sesuatu yang penting yang ingin kukatakan padamu. Datanglah ke atap setelah kelas. Jangan lari.”

Setelah meletakkan tangannya di mejaku, Kamisato Saki kembali ke kursinya.

“Apa keputusanku tidak penting.”

Setelah bergumam pada dirinya sendiri, Sakuta berpaling dan melihat laut.

“laut juga ada di sana hari ini. Hanya duduk di sana.

“Situasi yang merepotkan...”

Meskipun dia dipanggil oleh seorang gadis, Sakuta tidak merasa sangat bahagia. Dia sama sekali tidak memiliki perasaan khusus untuknya.

Toh, Kamisato Saki adalah pacar Kunimi Yuuma.

─̶─Part II END─̶─


Prev | ToC | Next